,

4 Langkah Menuju Pemulihan Pembelajaran

by
Menemani Anak Belajar Membaca
Menemani Anak Belajar Membaca

 

Banawasekar.com 4 Langkah Menuju Pemulihan Pembelajaran – Beberapa kali rencana pembukaan sekolah secara terbatas karena estimasi meredanya pandemi belum dapat terealiasi. Alih-alih mereda, yang terjadi justru adalah virus yang terus bermutasi dengan kekuatan penularan yang semakin mengkhawatirkan.

Langkah pertama

Mendorong pemerataan fasilitas dasar dan sumber belajar yang berkualitas. Hal ini akan menjadi investasi terbesar yang perlu dikeluarkan untuk pemulihan pembelajaran.  Pandemi mengajarkan bahwa penutupan sekolah membuat guru dan anak-anak tidak dapat belajar optimal terutama karena mereka tidak memiliki akses pada fasilitas dan sumber belajar yang selayaknya yang selama ini tersedia di sekolah. Yang paling beruntung selama pandemi ini adalah mereka yang dapat “mengubah” rumahnya sedemikian rupa menjadi tempat layak belajar dan mereka yang memiliki akses pada sarana belajar esensial seperti buku, internet, dan perangkat TIK. Namun, akan ada sebagian lain yang perlu didorong agar dapat melakukan proses adaptasi secara lebih baik. Inilah yang menjadi langkah selanjutnya dari proses pemulihan pembelajaran.

Langkah kedua

Adaptasi teknologi digital dalam pembelajaran. Pandemi telah memberi berkah adanya pemanfaatan teknologi digital yang masif dalam pembelajaran. Namun, adaptasi terhadap teknologi digital ini belum menjangkau semua kalangan dan sebagiannya dilakukan tidak secara kontekstual.

Adanya kesenjangan dalam akses teknologi ini sebagian karena kompleksitas geografis dan sosial ekonomi, sebagian lagi karena kurangnya literasi digital sementara guru atau orang tua. Sedangkan pemanfaatan teknologi digital yang tidak kontekstual ditunjukkan oleh maraknya praktik pemanfaatan media sosial sebagai sarana transaksi materi pelajaran dan latihan soal, sehingga membebani siswa dengan tumpukan tugas.

Padahal ada banyak aplikasi digital yang dapat digunakan untuk pembelajaran yang kreatif, interaktif, dan kolaboratif yang menjadi kerangka kerja dari pedagogi digital (Fleer, 2017; Rivka dan Sarah, 2014). Oleh karena itu, penguatan kapasitas guru dengan kemampuan pedagogi digital perlu ditingkatkan.

Teknologi tidak hanya digunakan untuk pembelajaran jarak jauh, tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam setting pembelajaran tatap muka. Inilah yang disebut dengan blended learning. Kemampuan ini juga perlu dimiliki oleh setiap guru dan dibiasakan praktiknya pada setiap anak.

Proses adaptasi dengan teknologi dan cara belajar baru akan mengarah pada satu titik di mana setiap orang memiliki kemampuan dan pencapaian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu memastikan suatu desain pembelajaran yang dapat mengakomodir variasi kemampuan dan pencapaian ini. Hal ini adalah langkah ketiga dari tahap pemulihan.

Langkah ketiga

Mendorong penggunaan desain pembelajaran yang kontekstual dan terdiferensiasi di sekolah. Pembelajaran pada masa pandemi dan sesudahnya tidak dapat dilakukan dengan prinsip business as usual. Kita menghadapi krisis yang membuat banyak anak kehilangan periode emas dalam proses tumbuh kembangnya dan kehilangan kemampuan yang mungkin dapat mereka capai jika krisis ini tidak terjadi.

Oleh karena itu, desain pembelajaran perlu dibuat berbeda, sesuatu yang dapat mengeksplorasi secara optimal potensi-potensi kreatif dari anak-anak berdasarkan variasi kecepatan dan cara belajar mereka, sehingga mereka dapat lebih terlibat dalam pembelajaran dan mampu mengejar berbagai ketertinggalan yang dialami.

Pembelajaran tidak dapat lagi dilakukan secara seragam untuk semua siswa karena mereka memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda (Morgan, 2013). Apalagi, selama pandemi, kesenjangan kemampuan belajar mungkin makin lebar antarsiswa dari berbagai latar belakang. Berbagai studi menunjukkan efektivitas pembelajaran terdiferensiasi ini di sekolah dengan karakteristik siswa yang beragam (Reis dkk., 2011; Morgan, 2013).

Untuk memperoleh informasi yang menjadi dasar strategi pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan dan cara belajar siswa, praktik asesmen formatif yang sering kali disebut asesmen diagnostik perlu dilakukan oleh guru di sekolah. Asesmen diagnostik dilakukan secara rutin baik pada awal maupun tengah pembelajaran untuk mengetahui profil dan preferensi belajar siswa (Gregory dan Chapman, 2013).

Guru juga dapat melibatkan siswa-siswa yang lebih mampu untuk membantu teman-teman mereka yang tertinggal, sehingga terbangun semangat kemitraan dan gotong royong antarsiswa. Berfokus pada anak-anak yang tertinggal dan anak-anak rentan lainnya ini menjadi langkah keempat yang merupakan inti dari proses pemulihan pembelajaran selama pandemi. Baik pembelajaran terdiferensiasi maupun asesmen diagnostik telah terlembaga sebagai bagian dari Kurikulum Merdeka yang dirilis pemerintah awal 2022.

Langkah keempat

atau paling inti dari proses pemulihan pembelajaran ini adalah afirmasi bagi mereka yang paling rentan. Meskipun semua anak berkesempatan mendapatkan intervensi dari tiga strategi di atas, anak- anak yang paling rentan terdampak selama pandemi perlu memperoleh perhatian lebih melalui kebijakan afirmatif.

Mereka terutama adalah anak-anak yang selama pandemi memiliki keterbatasan akses pada sumber dan fasilitas belajar sehingga tidak dapat belajar secara optimal, memiliki orang tua berpendidikan rendah sehingga tidak memperoleh bimbingan belajar yang seharusnya, berada dalam lingkungan atau keluarga yang menghambat berjalannya proses belajar normal seperti kondisi bencana, kompleksitas geografis, atau kesulitan ekonomi sehingga sangat berpeluang untuk terputus dari partisipasi belajar yang berkualitas atau bahkan dari partisipasi pendidikan sepenuhnya.

Anak-anak seperti ini banyak ditemukan di daerah tertinggal, kawasan perdesaan, dan kantong-kantong kemiskinan yang ada di setiap kota. Semua pihak perlu memastikan bahwa sumber dan fasilitas belajar, pemanfaatan teknologi digital secara kontekstual dalam pembelajaran, dan strategi pembelajaran yang adaptif sesuai tingkat kemampuan siswa dapat diterapkan pada kelompok-kelompok ini agar mereka mampu mengejar ketertinggalan mereka dibandingkan rekanrekannya yang lain.

Dalam mendukung keempat upaya pemulihan pembelajaran di atas, kolaborasi semua pemangku kepentingan sangat dibutuhkan. Meskipun kepemimpinan pemerintah sangat penting untuk menavigasi berbagai strategi pemulihan pembelajaran, namun pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Peran serta semua sektor diperlukan agar proses pemulihan pembelajaran dapat berjalan secara efektif.

Pemerintah daerah sebagai pengelola pendidikan di daerah perlu membantu sekolah dalam memetakan potensi putus sekolah, mendukung penguatan kapasitas guru, meningkatkan kualitas infrastruktur pembelajaran, dan membantu sekolah-sekolah yang tertinggal. Sekolah sebagai garda terdepan pembelajaran juga perlu memperkuat kapasitas kepemimpinan, menerapkan pembelajaran terdiferensiasi, dan membantu orang tua terutama dengan latar pendidikan rendah dalam mendampingi anak belajar.

Sedangkan organisasi masyarakat sipil perlu bersinergi mengonsolidasikan berbagai inisiatif yang telah dilakukan. Organisasi- organisasi yang memiliki praktik baik pendampingan perlu memikirkan bagaimana pengalaman-pengalaman tersebut dapat diperluas dengan kerja sama satu sama lain.

Penutup

Krisis pembelajaran karena pandemi dialami oleh semua anak di semua negara. Yang membedakan adalah tingkat keparahannya karena ada negaranegara yang dapat beradaptasi lebih cepat karena kesiapan infrastruktur, kompetensi guru, dan dukungan kebijakan. Krisis ini telah memberi banyak informasi penting tentang berbagai keterbatasan yang kita miliki dari sisi fasilitas, kurikulum, kapasitas guru, kualitas kepemimpinan sekolah, dan juga kualitas kebijakan.

Adanya berbagai informasi tersebut membuat kita tahu apa yang perlu diperbaiki, siapa yang harus dibantu, dan ke mana agenda pembangunan pendidikan diarahkan. Tanpa krisis pandemi ini, mungkin berbagai informasi tentang kesenjangan akses pada sumber dan fasilitas belajar antara daerah tertinggal dan non-tertinggal tidak akan menjadi sedemikian transparannya dan menjadi wacana publik yang meluas.

Tanpa pandemi, karakteristik kurikulum kita yang terlalu kompleks dengan berbagai target capaian kompetensi yang membatasi kemerdekaan guru dan siswa dalam belajar mungkin akan menjadi sesuatu yang lumrah dan untuk mengubahnya perlu upaya yang sangat besar. Selain itu, krisis juga memberi banyak kesempatan baru yang dapat membuat agenda perubahan berjalan lebih cepat.

Denagan adanya pandemi kita tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan agar para guru menyadari pentingnya teknologi digital dan mau belajar untuk memanfaatkannya dalam pembelajaran. Tanpa adanya pandemi, keterlibatan orang tua dalam pembelajaran anak-anak mereka tidak akan seintensif saat ini.

Berbagai inisiatif untuk berbagi, berinovasi, dan berkolaborasi di antara para guru dan para pemangku kepentingan lain mungkin tidak akan menjamur sebanyak ini, padahal hal-hal tersebut merupakan karakter dan praktik yang sudah lama diharapkan muncul dari dunia pendidikan. Tidak ada momentum yang paling tepat untuk bangkit selain saat kita menghadapi krisis.

demikian 4 Langkah Menuju Pemulihan Pembelajaran semoga bermanfaat.

sumber : https://pskp.kemdikbud.go.id/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *