Banawasekar.com – Tadabbur Q.S 96:1 selamat malam mulai malam ini Banawasekar.com menghadirkan satu categori baru yaitu Tadabbur dimana setiap harinya kita akan menyajikan satu ayat untuk kita Tadabburi bersama yang insya allah akan kita urut berdasarkan turunnya ayat jadi kita awali dengan ayat Q.S 96:1 semoga niat ini mendapat pertolongan Allah sehingga bisa menjadi jalan kita untuk bersama-sama belajar dan menggali firman Tuhan sebagai petunjuk untuk kita menjalani hidup ini Aamiin.
untuk pertama kali mari awali dengan mentadabburi Q.S 96:1
ٱقۡرَأۡbacalah
بِٱسۡمِdengan namaرَبِّكَTuhanmuٱلَّذِيyang
خَلَقَmenciptakanٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَTerjemah :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
Surat Al-‘Alaq tergolong surat Makiyah dengan 19 ayat, 72 kalimat dan 270 huruf. Surat Al-‘Alaq dinamakan dengan Al-‘Alaq, Iqra’ atau Bil Qalam. Penamaan ini sebab Allah memulainya dengan kalimat-kalimat tersebut.
Lima ayat pertama surat Al-‘Alaq merupakan ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw menurut mayoritas mufasir.
Ayat 1 dari Surah Al-Alaq, yaitu Q.S 96:1, mengandung banyak makna yang dapat kita tadabbur (renungkan) sebagai umat Muslim. Berikut ini adalah beberapa makna yang dapat kita ambil dari ayat tersebut:
Ajakan untuk Membaca
Ayat ini adalah ajakan untuk membaca, yang menunjukkan bahwa membaca adalah suatu hal yang sangat penting dan dianjurkan dalam Islam. Selain membaca Al-Quran, umat Muslim juga diharapkan untuk membaca buku-buku yang bermanfaat dan dapat memperkaya pengetahuan mereka.
Ajakan untuk Mencari Ilmu
Ayat ini juga mengajak umat Muslim untuk mencari ilmu dan pengetahuan. Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan, sehingga mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim. Dengan cara ini, umat Muslim akan terus belajar dan berkembang, sehingga mereka dapat berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
Ajakan untuk Mengingat Allah
Ayat ini mengajak umat Muslim untuk selalu mengingat Allah, karena hanya dengan mengingat Allah kita dapat mendapatkan bimbingan dan petunjuk-Nya dalam setiap hal yang kita lakukan. Sebagai umat Muslim, kita harus selalu mengingat Allah dalam segala hal yang kita lakukan, termasuk dalam usaha mencari ilmu dan pengetahuan.
Ajakan untuk Berserah Diri kepada Allah
Ayat ini juga mengajak umat Muslim untuk berserah diri kepada Allah dalam setiap hal yang kita lakukan, termasuk dalam usaha mencari ilmu dan pengetahuan. Dengan berserah diri kepada Allah, kita akan selalu diarahkan pada jalan yang benar, sehingga pengetahuan yang kita peroleh akan menjadi pengetahuan yang benar dan bermanfaat bagi diri kita sendiri dan masyarakat di sekitar kita.
Ragam Tafsir
Menurut Ibnu ‘Asyur dalam tafsirnya, fi’il Iqra’ dalam ayat ini tidak menyebutkan maf’ul atau objeknya, karena ada dua kemungkinan.
- Adakalanya karena diposisikan seperti fi’il lazim sedangkan maksudnya adalah ‘أَوْجَدِ الْقِرَاءَةَ’ “Wujudkanlah bacaan”;
- adalakanya karena sudah jelasnya apa yang dibaca. Adapun perkiraannya adalah ‘اقْرَأْ مَا سَنُلْقِيهِ إِلَيْكَ مِنَ الْقُرْآنِ’ “Bacalah apa yang hendak kami katakan kepadamu dari al-Quran”. (Muhammad At-Thahir ‘Asyur, At-Tahrir wat Tanwir, [Tunis, Dar At-Tunisia: 1984 M], juz XXX, halaman 436).
Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan dua pendapat terkait huruf ba’ kalimat ‘بِاسْمِ رَبِّكَ’ sebagai berikut:
Pendapat pertama, huruf ba’-nya adalah zaidah atau sekedar tambahan. Ini merupakan pendapat Abu Ubaidah. Sedangkan maknanya: ‘اقْرَأِ اسْمَ رَبِّكَ، أَيِ اذْكُرِ اسْمَهُ، “Bacalah nama tuhanmu, yakni ingatlah nama tuhanmu “.
- jika saja maknanya demikian, maka tidaklah elok saat Jibril berkata: “Iqra'”, kemudian Nabi saw menjawabnya dengan ‘مَا أَنَا بِقَارِئٍ، أَيْ لَا أَذْكُرُ اسْمَ رَبِّي’, “Aku tidak dapat membaca, yakni aku tidak mengingat nama tuhanku”;
- pemaknaan semacam itu tidak patut bagi Nabi saw, karena Nabi saw tidak pernah tersibukkan kecuali untuk berzikir kepada Allah. Lantas, bagaimana mungkin Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk menyibukan dengan perkara yang Rasul selalu tersibukan dengan hal tersebut?
- menyia-nyiakan huruf ba’ tanpa faedah.
Pendapat kedua, yang dimaksud oleh ayat adalah اقْرَأِ الْقُرْآنَ, “Bacalah Al-Qur’an”. Karena kata qira’ah tidak digunakan kecuali untuk Al-Qur’an. Semisal firman Allah Surat Al-Qiyamah ayat 18: فَإِذا قَرَأْناهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
Artinya, “Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”.
Demikian pula Surat Al-Isra’ ayat 106: وَقُرْآناً فَرَقْناهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلى مُكْثٍ Artinya, “Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia.”
Masih dalam tafsir yang sama, firman Allah: ‘bismi rabbika’ memungkinkan beberepa aspek:
- ‘Bismi rabbika’ bermahal nasab. tarkibnya menjadi hal. Perkiraannya adalah ‘اقْرَأِ الْقُرْآنَ مُفْتَتِحًا بِاسْمِ رَبِّكَ أَيْ قُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ ثُمَّ اقْرَأْ’, “Bacalah Al-Qur’an dimulai dengan nama Tuhanmu”. Yakni, katakan Muhammad: “Bismillah, kemudian bacalah”. Hal ini menunjukkan bahwa hukumnya wajib membaca basmalah di permulaan semua surat seperti yang diturunkan Allah dan diperintahkan-Nya. Ayat ini, sekaligus membantah orang yang tidak berpendapat demikian, basmalah tidak wajib dan tidak memulainya dengan basmalah.
- Makna ‘اقْرَأِ الْقُرْآنَ مُسْتَعِينًا بِاسْمِ رَبِّكَ’, “Bacalah Al-Qur’an dengan meminta pertolongan dengan nama Tuhanmu”. Seakan-akan Allah menjadikan nama-Nya sebagai alat untuk mengusahakan urusan agama dan dunia. Padanannya semisal ungkapan: ‘كَتَبْتُ بِالْقَلَمِ’ “Aku menulis (meminta bantuan) dengan pulpen”. Sedangkan perwujudanya dalam ayat adalah: “Ketika malaikat Jibril berkata kepada Nabi saw: “Iqra'”, kemudian Nabi saw menjawab: “Aku orang yang tidak bisa membaca.” اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ أَيِ اسْتَعِنْ بِاسْمِ رَبِّكَ وَاتَّخِذْهُ آلَةً فِي تَحْصِيلِ هَذَا الَّذِي عَسُرَ عَلَيْكَ, “Bacalah dengan nama Tuhanmu. Yakni, mintalah pertolongan dengan nama Tuhanmu dan jadikanlah alat untuk mendapatkan ini (membaca), yang susah bagimu”, ucap Jibril.
- Firman Allah ‘bismi rabbika’ , yakni: “Jadikanlah perbuatan ini (ikhlas) karena Allah dan lakukanlah semata-mata karenanya. Sesungguhnya ibadah itu jika karena Allah, maka bagaimana bisa setan berani untuk berbuat (mengganggu) ibadah yang (ikhlas) karena Allah?” (Fahruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’: 1420 H], juz XXII, halaman 512).